Pesan pendek itu disampaikan Yadi Jentak, anggota staf mantan wakil presiden Jusuf Kalla, kepada pers di Jakarta kemarin. Ia mengisahkan, mereka merasakan guncangan yang cukup dahsyat. "Saat itu kami baru saja santap siang."
Ia menjelaskan, Kalla bersama rombongan lantas diungsikan ke sebuah tempat yang aman oleh pengelola hotel tempat mereka menginap. Dalam rombongan terdapat Duta Besar RI untuk Jepang, M. Lutfi. "Alhamdulillah, saya dan rombongan saat ini dalam kondisi selamat," tulis Yadi lagi.
Kalla beserta rombongan akhirnya berlindung di kantor Kedutaan Besar RI di Tokyo. Mereka sampai pada pukul 16.56 waktu setempat. Kalla bersama istri dan stafnya bertolak ke Jepang pada 6 Maret lalu. Ia mengikuti acara HIPEC II Peace Process Exchange Workshop di Hiroshima, yang diikuti oleh para juru runding dunia.
Tadi malam, sekitar pukul 20.00 WIB, Kalla mendadak menelepon Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Wahyu Muryadi. Namun ia sama sekali tak bicara mengenai gempa hebat di Tokyo yang dialaminya. Kalla justru menyampaikan pendapatnya mengenai berita pemilihan Ketua Umum Partai Golkar pada 2004 di harian The Age, Australia.
Duta Besar Lutfi mengirim pernyataan resmi dan keprihatinan atas bencana alam yang baru saja terjadi sekitar 2,5 jam setelah mengalami gempa pertama bersama Kalla. Lutfi berpendapat bahwa pemerintah dan masyarakat Jepang terlihat sangat sigap dalam menanggapi bencana ini. "Kami berharap seluruh WNI dalam keadaan sehat dan selamat," ucapnya.
Jepang, sebagai negara rawan gempa, telah melakukan pencegahan sejak puluhan tahun yang lalu, tepatnya setelah gempa tsunami Showa-Sanriku pada 1933. Kala itu pemerintah Jepang mengeluarkan Petunjuk Pencegahan Bencana Tsunami, membangun konstruksi dinding laut di Taro dan Yoshihama, melakukan pengendalian hutan, serta menetapkan wilayah pencegahan tsunami dan jalan evakuasi. Pemindahan para korban ke lokasi buatan yang lebih tinggi terbilang sukses.
Pada 1952, setelah tsunami di Tokachioki, Badan Meteorologi Jepang memulai Sistem Peramalan Tsunami. Bahkan, pada 1960, dibangun Sistem Peringatan Dini di Hawaii. Berdasarkan situs Universitas Tohoku, gempa tsunami kembali terjadi di Jepang, tepatnya di Hokkaido-Nanseioki, pada 1993. Sebanyak 202 orang menjadi korban. Sedangkan pada 1999, Badan Meteorologi Jepang memulai sistem peramalan kuantitatif tsunami.
No comments:
Post a Comment