Depot gas alam terbakar setelah terjadinya gempa dan tsunami di Ichihara, Chiba, Jepang. AP/Kyodo News
TEMPO Interaktif, Tokyo - Pemerintah Jepang mengumumkan keadaan darurat nuklir setelah pembakit nuklirnya terbakar. Pembangkit tersebut terbakar akibat gempa berkekuatan 8,9 skala Richter yang mengguncang Jepang, Jumat (11/3) siang.
Meski terbakar, pemerintah memastikan tidak ada kebocoran atau bahaya radiasi. "Tidak ada kebocoran hingga saat ini, dan tidak ada tanda-tanda kebocoran," kata Sekretaris Kabinet Jepang Yukio Edano hari ini, Jumat (11/3). Pemerintah hanya mengumumkan kondisi darurat dan membentuk tim darurat untuk mengatasinya.
Ketika gempa terjadi pemerintah Jepang langsung mematikan reaktor nuklirnya tetapi kemudian menimbulkan masalah pada sistem pendinginannya meski tidak ada kebocoran.
Tiga reaktor di pembangkit listrik nuklir Fukushima Daiichi, dirancang otomatis padam saat terjadi gempa. Gempa itu juga mengakibatkan generator diesel yang digunakan untuk mendinginkan reaktor ikut padam.
Tiga reaktor Fukushima Daiichi penghasil 2,03 juta kilowatt berlokasi di lautan Pasifik di wilayah Fukushima, sebelah utara Tokyo. Sementara tiga rekator lainnya sedang tidak beroperasi karena sedang perawatan rutin.
Sementara itu tiga reaktor nuklir di perusahaan Tohoku Electric Power di Onagawa, Miyagi dekat pusat gempa juga otomatis padam. Beberapa jam kemudian, perusahaan itu menyatakan terdapat asap dari gedung reaktor 1. Masih diteliti keamanan reaktor, namun sejauh ini belum ada laporan kebocoran bahan radioaktif.
Semua perusahaan energi yang mengoperasikan pembangkit nuklir di Jepang menyatakan fasilitas mereka beroperasi normal.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyatakan empat pembangkit listrik nuklir dekat pusat gempa telah otomatis dipadamkan semua. IAEA masih mencari informasi tambahan mengenai kondisi terkini. "Ancaman bahaya belum berakhir," kata salah seorang pejabatnya.
No comments:
Post a Comment